Gemerlapnya bursa saham seringkali bisa membuat orang terlena. Secara
alamiah manusia akan merasa lebih nyaman jika mengikuti pendapat
bersama. Sayangnya di bursa saham, kebersamaan seringkali dapat
menjerumuskan kita ke jurang terdalam. Euforia saham dot.com di Amerika
Serikat pada akhir tahun 90-an adalah hasil dari kesalahan penerjemahan
kolektif yang menyebabkan malapetaka bagi sebagian besar pesertanya.
Hal yang mirip terjadi pada saat depresi besar melanda dunia pada tahun
1929. Para pelaku pasar sudah lupa bahwa harga saham tidak selamanya
bisa naik, terlebih jika tidak ditopang oleh kondisi fundamental yang
kuat. Di sinilah valuasi saham kita akan menjadi pijakan untuk dapat
bersikap rasional di tengah hiruk pikuknya bursa saham.
Di luar dugaan saya, metode valuasi yang dipergunakan sangatlah
sederhana, terlebih jika kita bandingkan dengan proses screening yang
dilakukannya untuk mencari saham-saham berfundamental kokoh. Graham
berargumen bahwa ia berusaha menggunakan formula yang sederhana dan
bertujuan mendapatkan hasil yang mendekati hasil perhitungan dengan
metode yang lebih kompleks.
Satu hal yang sangat penting adalah valuasi baru dapat dilakukan apabila
suatu saham telah lolos dari screening seperti yang saya paparkan di
artikel sebelumnya.
Formula yang digunakan Graham adalah sebagai berikut (Security Analysis, 1962):
V = EPS x (8.5 + 2G)
Di mana:
V = Nilai intrinsik saham (harga wajar saham)
EPS = Earning per Share
8.5 = P/E wajar untuk perusahaan yang tidak tumbuh labanya
G = tingkat pertumbuhan laba jangka panjang (7 -10 tahun)
Formula ini akan menghasilkan valuasi yang sangat agresif karena
perusahaan yang tingkat pertumbuhan labanya 15% akan memiliki nilai
wajar 38.5 x EPS. Walaupun Graham menekankan perlunya margin of safety
(selisih antara harga pasar dengan harga wajarnya), formula tersebut
tetap terasa sangat agresif. Graham merekomendasikan margin of safety
sebesar 50% yang berarti perusahaan seperti contoh di atas layak untuk
dibeli jika harganya adalah 19.25 x EPS (dengan kata lain P/E ratio-nya
adalah 19.25). Akan sangat mudah untuk mencari saham-saham dengan P/E
ratio sebesar itu dan agak meragukan jika saham dengan P/E ratio
setinggi itu disebut dengan value stock.
Graham tampaknya menyadari kelemahan formula tersebut dan pada tahun 1974 ia merevisinya menjadi:
V = EPS x (8.5 + 2G) x (4.4/AAA)
Modifikasi tersebut menambahkan 4.4 yang merepresentasikan risk-free
rate dan AAA yang merepresentasikan kupon (bunga) dari obligasi korporat
berkualitas tinggi.
Kembali pada perusahaan pada pembahasan sebelumnya. Jika kupon obligasi
berkualitas tinggi adalah sekitar 10%, maka harga wajarnya menjadi (8.5 +
2×15) x (4.4/10) x EPS = 16.94 x EPS. Dengan margin of safety sebesar
50% maka saham tersebut layak dibeli pada harga 8.47 x EPS. Terlihat
bahwa formula yang direvisi tersebut memberikan hasil yang lebih valid
dibandingkan sebelumnya.
Komentar Saya:
4.4 → Nilai 4.4 yang merepresentasikan risk-free rate harus
disesuaikan agar dapat diterapkan di Indonesia. Instrumen risk free-rate
yang dapat digunakan adalah BI rate yang saat ini adalah 6.5%.
G → Kita harus sangat berhati-hati dalam memprediksikan
pertumbuhan laba jangka panjang suatu perusahaan. Sangat sulit untuk
mempertahankan pertumbuhan laba jangka panjang sebesar 15% secara
konsisten (walaupun bukan berarti tidak ada).
Penawaran dari saya untuk modifikasi formula valuasi Graham untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
V = EPS x (8.5 + 2G) x (6.5/AAA)
Contoh kasus 1: saham PT. Unilever (UNVR).
EPS = 399.769
G = 17.53 (saya mendapatkan nilai ini dari reuters) pada bagian long
term growth rate. Karena nilainya terlalu tinggi saya turunkan menjadi
15 saja.
AAA = 11.625% (Obligasi Bank Ekspor Indonesia IV Tahun 2009 Seri B)
Dengan data yang ada tersebut maka harga wajar saham Unilever adalah sebagai berikut:
V = 399.769 x (8.5 + 2×15) x (6.5/11.625) = 8,893
Dengan margin of safety 50%, level aman untuk membeli saham UNVR adalah 4,446.
Nilai ini jauh di bawah harga saham UNVR saat ini, yaitu 15,800 yang
merepresentasikan P/E ratio sebesar 39.52. Sangat tinggi, bahkan untuk
saham di Indonesia.
Contoh kasus 2: saham PT. Adira Multi Finance (ADMF).
EPS = 399.769
G = 32.10 (saya agak kurang nyaman dengan nilai ini dan melakukan downgrade menjadi 15)
AAA = 11.625% (Obligasi Bank Ekspor Indonesia IV Tahun 2009 Seri B)
Dengan data yang ada tersebut maka harga wajar saham ADMF adalah sebagai berikut:
V = 1,212.4 x (8.5 + 2×15) x (6.5/11.625) = 26,099
Dengan margin of safety 50%, level aman untuk membeli saham ADMF adalah 13,050. Harga saham ADMF saat ini adalah 9,150.
Jelas terlihat bahwa saham ADMF cukup menarik untuk dibeli pada level harga saat ini.
Demikian yang dapat disampaikan mengenai metode valuasi Graham. Tentu
saja metode valuasi sudah jauh berkembang saat ini. Walaupun begitu,
konsep mengenai valuasi ini dengan kesederhanaannya dapat menghindarkan
kita dari pembelian saham yang harganya terlalu mahal.
0 comments:
Post a Comment